Penulis/Author |
Prof. Dr. Ir. Harwin Saptoadi, M.SE., IPM., ASEAN Eng. (1); Dr.Eng. Ir. R. Rachmat A. Sriwijaya, S.T., M.T., D.Eng., IPM., ASEAN Eng. (2); Indro Pranoto, Ph.D. (3); Dr. Ir. Jayan Sentanuhady, S.T., M.Eng., IPU., ASEAN Eng. (5) |
Abstrak/Abstract |
Sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara yang terkemuka, PT Kereta Api Indonesia memiliki peran yang sangat vital dalam upaya menunjang mobilitas masyarakat Indonesia yang berdampak pada kegiatan perekonomian bangsa melalui penyediaan jasa angkutan transportasi darat. Sebagaimana umumnya moda transportasi masal komersial, PT Kereta Api Indonesia menggunakan penggerak berupa diesel engine yang memang lebih ekonomis dibanding jenis penggerak yang lain. Diesel engine konvensional menggunakan bahan bakar solar yang merupakan bahan bakar fosil non renewable yang diduga mengemisikan exhaust gas yang lebih banyak mengandung gas rumah kaca (khususnya CO2) penyebab Pemanasan Global dan Perubahan Iklim. Sebagai bahan bakar fosil yang depletable, dikhawatirkan bahwa solar di Indonesia di masa mendatang hanya akan tersedia dalam jumlah dan waktu yang terbatas, selain juga harganya yang diprediksi akan semakin mahal, terlebih bagi solar industri yang tidak menerima subsidi dari pemerintah. Selain itu, minat masyarakat terhadap bahan bakar minyak, dalam hal ini solar selalu meningkat setiap tahunnya sebagaimana tercatat oleh Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (2017) |