Karya
Judul/Title Studi Kelayakan Pembangunan Kilang Mini Biodiesel dari Minyak Jelantah
Penulis/Author Prof. Dr. Eng. Ir. Deendarlianto, S.T., M.Eng. (1); Prof. Dr.Eng. Ir. Arief Budiman, M.S., IPU. (2) ; Dr. Rachmawan Budiarto, S.T., M.T. (3); Avido Yuliestyan (4); Johan Syafri Mahathir Ahmad, S.T., M.Eng., Ph.D (5); Prof. Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M. (6); Ir. Yano Surya Pradana, S.T., M.Eng., IPM., ASEAN Eng., ACPE., APEC Eng. (7); Laras Prasakti, S.T., M.Eng. (8); Luluk Lusiantoro, S.E., M.Sc., Ph.D. (9); Tantri Nastiti Handayani, S.T., M.Eng., Ph.D. (10); AITIA MULYAWATI W (11); RIZKI LAKSONO (12); Yudha Dwi Prasetyatama, S.T., M.Eng. (13); ALINDA FITROTUN NISYA (14); Marizka Aviana Permatasari (15); ALBERT (16); WAHYU DIPA PRATAMA (17); ACHMAD MASYHADUL A (18); PINKY ALIFAH SOSARI (19); Tria Putri Noviasari (20); Andika Putra, S.H., LL.M. (21); M RAFLY RIZKY P (22)
Tanggal/Date 2021
Kata Kunci/Keyword
Abstrak/Abstract Penggunaan minyak nabati dalam kehidupan sehari-hari, misalnya pada pengolahan makanan sebagai minyak goreng, terus meningkat. Peningkatan penggunaan minyak goreng ini selanjutnya akan berdampak pada limbah yang dihasilkan, yaitu minyak jelantah. Secara kimia, minyak jelantah merupakan minyak goreng yang telah mengalami kerusakan akibat penggunaannya dalam pengolahan makanan dengan cara digoreng. Minyak jelantah dapat diproses menjadi biodiesel yang merupakan bahan bakar nabati. Secara umum pengembangan energi baru dan terbarukan, khususnya pengolahan minyak jelantah menjadi biodiesel mengacu pada ketentuan umum yang diatur pada Undang-Undang No. 30 Tahun 2007 tentang Energi dan Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (PP KEN) yang mencanangkan peningkatan persentase penggunaan bahan bakar terbarukan terhadap bauran energi nasional dari 5% pada tahun 2005 menjadi paling sedikit 23% pada tahun 2025 dan 31% pada tahun 2050. Sasaran ini, didukung oleh Peraturan Presiden No. 22 tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (“RUEN”) yang memaparkan sejumlah program untuk mencapai target dalam KEN, antara lain melalui pengembangan Biofuel atau bahan bakar nabati (“BBN”) untuk menggantikan bahan bakar minyak, seperti di sektor transportasi dan industri. Untuk menjawab tantangan kebutuhan bahan bakar yang berkelanjutan dan memperoleh manfaat lain dari pengolahan minyak jelantah, pengembangan minyak jelantah sebagai bahan baku dari pembuatan biodiesel generasi kedua menjadi menarik untuk dikaji. Oleh karenanya, kajian ini bertujuan untuk memberikan konsep pengembangan kilang biodiesel dari minyak jelantah yang ditelaah dari berbagai aspek disiplin ilmu; teknik, ekonomi dan hukum, sehingga diperoleh gambaran menyeluruh yang komprehensif. Implementasi kebijakan mandatori bahan bakar nabati (BBN) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia berhasil menciptakan pasar BBN dalam negeri dengan pertumbuhan yang signifikan. Pemerintah secara resmi meluncurkan program mandatori tersebut sesuai Permen ESDM No. 32 Tahun 2008 dan Permen ESDM No. 12 Tahun 2015. Program terebut telah berkembang mulai dari program mandatori B2,5 hingga saat ini program mandatori B30. Dengan adanya program tersebut, target alokasi biodiesel Indonesia meningkat menjadi 9,6 juta kilo liter (kL) pada tahun 2020. Namun demikian, target tersebut hanya dapat terealisasi sebesar 8,5 juta kL atau 88% pada akhir tahun 2020 akibat pandemik COVID-19 yang melanda sejak awal tahun 2020. Pemerintah tetap optimis produksi dan pemanfaatan biodiesel Indonesia akan kembali meningkat. Hal ini dibuktikan dengan penetapan alokasi biodiesel untuk program mandatori B30 tahun 2021 sebesar 9,2 juta kL. Penetapan target itu diharapkan dapat mendorong pemerintah dan berbagai pihak terkait untuk meningkatkan produksi biodiesel ke depan. Sebagian produksi biodiesel di Indonesia menggunakan minyak sawit (crude palm oil atau CPO) sebagai bahan baku utamanya. Namun demikian, peningkatan produksi minyak sawit berisiko merusak lingkungan karena pengembangan areal produksi kelapa sawit merupakan salah satu penyebab utama deforestasi di Indonesia yang berakibat buruk pada keanekaragaman hayati, memperburuk emisi gas rumah kaca (GRK), hingga meningkatkan risiko perubahan iklim yang ekstrem. Oleh karena itu, pemanfaatan bahan baku yang lebih ramah lingkungan sangatlah dibutuhkan, salah satunya dengan memanfaatkan minyak jelantah yang selama ini dianggap sebagai limbah menjadi bahan baku alternatif untuk menghasilkan biodiesel. Kajian ini bertujuan untuk memberikan konsep pengembangan kilang biodiesel dari minyak jelantah yang ditelaah dari berbagai aspek disiplin ilmu; teknik, ekonomi dan hukum. Pemanfaatan minyak jelantah yang selama ini dianggap sebagai limbah dapat menjadi bahan baku alternatif untuk menghasilkan biodiesel. Ketersediaan minyak jelantah sebagai bahan baku dilakukan kajian pemetaan rantai pasokan dengan penjaringan informasi dari berbagai sumber dan penyusunan peta struktur rantai pasokan berdasarkan Supply Chain Operations Reference (SCOR) Model. Berdasarkan hasil tersebut, potensi minyak jelantah yang dapat diserap di tiga provinsi terdekat dengan rencana lokasi pembangunan kilang mini biodiesel dari minyak jelantah di TBBM Plumpang, Jakarta Utara sebesar 65.000 L/hari. Selanjutnya, pembangunan kilang mini biodiesel dari minyak jelantah dirancang dengan kapasitas produksi biodiesel 50.000 L/hari dengan teknologi FuelMatic GSX dengan kebutuhan luas lahan 5.114,7 m2. Analisis keekonomian memberikan gambaran bahwa pembangunan kilang mini ini layak namun sensitif terhadap perubahan harga minyak jelantah, harga blending biodiesel, dan pengeluaran operasional. Investasi pembangunan kilang mini biodiesel berbahan baku minyak jelantah berpotensi menciptakan multiplier effect sehingga mendorong perekonomian nasional dan provinsi DKI Jakarta. Kebutuhan SDM untuk pembangunan maupun operasi telah diidentifikasi dan dapat dipenuhi baik dari internal maupun eksternal perusahaan. Dari hasil analisis aspek legal dinyatakan layak namun perlu diperhatikan beberapa aspek mulai dari kelembagaan, perizinan, skema kerja sama (pendanaan), mandatory regulation dan insentif serta risiko legal dalam pelaksanaan proyek ini. Hasil analisis risiko menunjukkan bahwa semua risiko di pembangunan maupun operasi kilang mini biodiesel dapat dimitigasi sehingga maksimal berada di kategori moderate risk untuk pembangunan dan low risk untuk operasi. Pada hasil kajian HSSE telah diidentifikasi dan dimitigasi potensi bahaya yang dapat ditimbulkan pada fasilitas operasi. Selaras dengan kajian aspek lainnya, operasional kilang mini biodiesel dapat mendukung kebijakan Pertamina dalam mengimplementasi ESG yang selaras dengan prioritas program Sustainable Development Goals.
Level Nasional
Status
Dokumen Karya
No Judul Tipe Dokumen Aksi
1Cover+Exxum+Daftar Isi Laporan Biodiesel.pdfLaporan penelitian
2SK Kepala PSE_Pertamina Biodiesel_2021.pdfSurat Tugas / SK