Abstrak/Abstract |
Abstrak: Pidato kepresidenan pada HUT RI ke-70 menuai kontroversi. Sebagian masyarakat berasumsi bahwa negara akan meminta maaf kepada para “korban” pelanggaran HAM yang merujuk kepada pihak Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada 29 September 2015, Indonesian Lawyers Club (ILC) menggelar diskusi dengan tema “50 Tahun G30S/PKI: Perlukah Negara Minta Maaf?” untuk menanggapi isu tersebut. Saat diskusi berlangsung, para tamu undangan saling tunjuk pihak yang seharusnya meminta maaf. Akibatnya, banyak sudut pandang yang membiaskan subjek yang seharusnya meminta maaf. Peneliti menelusuri fenomena ini lewat kajian Linguistik Kognitif untuk membongkar perspektif dan latar belakang pengetahuan (frame) permintaan maaf. Peneliti mentranskripsikan data dengan menggunakan metode simak teknik sadap dan catat. Setelah itu, peneliti mengklasifikasi dan menganalisisnya dengan metode padan. Hasilnya, perspektif mengenai wacana permintaan maaf terwujud dengan adanya pengutamaan (subjek) dari setiap ekspresi kebahasaan, yaitu perspektif dengan subjek pihak keluarga dan terduga PKI, perspektif dengan subjek pihak TNI AD, dan perspektif dengan subjek pihak NU dan Muhammadiyah. Peneliti mengklasifikasikan frame, pengetahuan yang melatari terbentuknya sebuah konsep, menjadi tiga frame yang berbeda berdasarkan waktunya, yaitu waktu sebelum peristiwa G30S (pihak NU dan Muhammadiyah), saat terjadi peristiwa G30S (pihak TNI AD), dan setelah peristiwa G30S (pihak keluarga dan terduga PKI). |