Abstrak/Abstract |
Indonesia merupakan negara
megabiodiversitas dengan kekayaan fauna primata sebanyak 62 spesies mulai
moyet, tarsius, sampai kera, lima spesies diantaranya adalah endemik Indonesia.
Salah satu spesies endemik tersebut adalah bekantan (Nasalis larvatus). Spesies
ini hidup di pulau Kalimantan yang memiliki bentuk hidung yang khas Panjang
kemerahan. Pada pejantan hidung lebih besar dibanding yang betina dan semakin
besar ukuran hidung semakin dominan pejantan tersebut dalam kelompoknya. Sebagai satwa endemik yang nyaris punah,
studi tentang spesies bekantan masih sangat terbatas. Bahkan estimasi populasi
terkinipun belum diketahui secara pasti ditengah tekanan predator utama yakni
manusia yang memburu dan memperdagangkan satwa ini. HIngga kini perilaku di
alam bekantan masih menjadi perdebatan. Dari penelitian terdahulu (Wijayanto dkk.,
2019, data pribadi) diketahi indeks brachiasi bekantan adalah 0,9 yang artinya
panjang tangan 0,9 kali panjang kaki. Satwa dengan indeks brachiasi di bawah 1
umumnya bergerak terutama dengan kakinya atau keempat kakinya. Tetapi
dilaporkan pula bahwa di pepohonan spesies ini juga kerapkali melakukan
pergerakan secara brachiasi atau bergelantungan dari satu dahan ke dahan lain
yang umumnya dilakukan oleh hewan dengan indeks brachiasi di atas 1. Selain
itu, bentuk hidung yang besar masih menyisakan tanda tanya terkait survivalnya.Untuk mengetahui hubun gan perilaku bergerak dan bentuk hidung terhadap survivalnya akan dilakukan pengamatan perilaku harian di pulau Curiak Kalimantan Selatan dengan metode instantaneous scan sampling. Pada waktu yang bersamaan juga akan dilakukan estimasi populasi bekantan yang hidup di pulau Curiak sebagai bagian melengkapi data dinamika
populasi kelompok bekantan di pulau tersebut. Penelitian ini dilaksanakan bekerjasama dengan Sahabat Bekantan Indonesia.
|