Abstrak/Abstract |
Indonesia adalah salah satu negara megadiversitas, yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi di dunia (Hermawan dkk, 2014). Oleh karena itu sebagai upaya perlindungannya pemerintah Indonesia telah mengalokasikan lahan seluas 27,2 juta hektar kawasan sebagai kawasan konservasi (Partono, 2011). Namun demikian Indonesia masih mengalami apa yang disebut sebagai kesenjangan kawasan konservasi (protected areas gaps), yang mencakup kesenjangan keterwakilan, kesenjangan ekologis dan kesenjangan pengelolaan (Dudley dan Parish, 2006). Hal ini dibuktikan oleh masih banyaknya keanekaragaman species dan ekosistem yang penting dan bernilai konservasi tinggi berada di luar cakupan perlindungan dari sistem kawasan konservasi yang ada (Rodrigues dkk, 2003, Rodrigues dkk, 2004, Pliscoff & Fuentes-Castillo, 2011, Powell dkk, 2000; Brooks dkk, 2004). Bahkan tak kurang 80% dari satwa liar yang terancam punah berada di luar kawasan konservasi (Gap analysis, 2010). Untuk mengisi kesenjangan sistem kawasan konservasi tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengusulkan dan menetapkan kawasan ekosistem esensial. Kawasan Ekosistem Esensial adalah ekosistem di luar kawasan konservasi yang secara ekologis dan sosial, ekonomi dan budaya yang penting bagi konservasi keanekaragaman hayati (Dit BPEE, 2018). Pemerintah telah menunjuk dan menetapkan banyak kawasan ekosistem esensial di seluruh penjuru Indonesia (Dit BPEE, 2018). Kawasan Mangrove Baros di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta telah diusulkan oleh Balai Konservasi Sumberdaya Alam Yogyakarta sebagai Kawasan ekosistem esensial. Selain karena sedang dalam taraf pengusulan, Kawasan Mangrove Baros seperti halnya Kawasan ekosistem esensial yang lain efektivitas pengelolaannya belum banyak diketahui. Sebagai akibatnya pengelola Kawasan Mangrove Baros tidak mengetahui kinerja pengelolaan apa saja yang perlu ditingkatkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas pengelolaan Kawasan ekosistem esensial Baros dan mengetahui kinerja pengelolaan apa saja yang dapat ditingkatkan efektivitasnya. Penelitian ini difokuskan untuk melakukan penilaian terhadap efektivitas pengelolaan Kawasan Baros di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Alat ukur yang digunakan untuk melakukan penilaian terhadap efektivitas pengelolaan ini menggunakan alat ukur yang telah dimodifikasi dari alat ukur METT yang digunakan oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk mengukur efektivitas pengelolaan Kawasan konservasi di Indonesia. Hasil modifikasi dan adaptasi alat ukur ini merupakan hasil penelitian tahun pertama dari penelitian tentang Evaluasi Efektivitas Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial di Indonesia pada tahun 2021. Modifikasi alat ukur ditekankan pada aspek kelembagaan dan aspek input pengelolaan menyesuaikan karakteristik dari Kawasan ekosistem esensial yang berbeda dengan karakteristik Kawasan konservasi. Sebagaimana halnya dengan alat ukur penilaian efektivitas pengelolaan Kawasan konservasi, penilaian terhadap pengelolaan Kawasan ekosistem esensial menggunakan kerangka kerja efektivitas pengelolaan kawasan ekosistem esensial akan menggunakan kerangka kerja siklus pengelolaan kawasan konservasi (Hocking dkk, 2006). Siklus pengelolaan kawasan konservasi terdiri dari 6 unsur siklus, yaitu konteks, perencanaan, input, proses, output dan outcame. Pada tiap unsur pengelolaan disusun parameter dan indikator keefektifan kawasan ekosistem esensial. Setiap parameter dibuat tingkatan keefektivitasannya. Pengambilan data untuk ujicoba alat ukur menggunakan informan kunci (key-informan) serta dilengkapi dengan data-data sekunder terkait. Analisa data dilakukan dengan membandingkan antara kondisi pengelolaan kawasan terpilih dengan alat ukur efektivitas pengelolaan ekosistem esensial yang dibuat. |