| Penulis/Author |
Dr. Ir. Hero Marhaento, S.Hut., M.Si., IPM (1) ; Dr. Ir. Budiadi, S.Hut., M.Agr.Sc., IPU (2); Dr. rer. silv. Muhammad Ali Imron, S.Hut., M.Sc. (3); Ari Susanti, S.Hut., M.Sc., Ph.D. (4); Dwiko Budi Permadi, S.Hut., M.Sc., Ph.D (5); Hermudananto, S.Hut., M.Sc. (6) |
| Abstrak/Abstract |
Ekspansi kebun kelapa sawit monokultur di dalam kawasan hutan kerap dituding sebagai penyebab utama terjadinya deforestasi yang berdampak pada penurunan kualitas fungsi ekosistem hutan sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan dan keanekaragaman hayati. Menurut data Fakultas Kehutanan UGM (2015), paling tidak saat ini terdapat 2,8 juta hektar kebun sawit monokultur yang berada di dalam kawasan hutan. Jumlah ini terus meningkat seiring terjadinya efek domino dimana terjadi pembiaran pembukaan satu kebun di dalam kawasan hutan berlanjut pada pembukaan kebun-kebun baru kelapa sawit di sekitarnya. Apabila kondisi ini tidak diantisipasi, kondisi ini akan menjadi sulit dikendalikan apalagi dengan masih tingginya animo investor untuk berinvestasi pada kebun kelapa sawit yang masih dianggap sangat menguntungkan secara finansial.
Strategi Jangka Benah (SJB) merupakan salah satu upaya yang ditawarkan oleh Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada bersama Yayasan Kehati untuk menyelesaikan masalah keberadaan kebun sawit monokultur di dalam hutan. Dalam SJB, perbaikan struktur dan fungsi ekosistem hutan yang rusak akibat ekspansi kebun sawit monokultur dilakukan secara bertahap (2 tahap) dengan fokus perbaikan pada aspek ekologi, sosial dan ekonomi masyarakat. Output SJB tahap pertama adalah merubah kebun kelapa sawit
monokultur menjadi agroforestry sawit (sawit dengan tanaman kehutanan), sedangkan target output SJB tahap kedua adalah perbaikan stuktur dan fungsi ekosistem kebun campur menjadi menyerupai hutan alami (close to nature). |
