Penulis/Author |
Bayu Nugraha, S.T.P., M.Sc., Ph.D. (1); Dr. Devi Yuni Susanti, S.T.P., M.Sc. (2); Hanim Zuhrotul Amanah, S.T.P., M.P., Ph.D. (3); Dr. Joko Nugroho Wahyu Karyadi, S.T.P., M.Eng. (4); Dr. Sri Rahayoe, S.T.P., M.P. (5) ; Dr. Ir. Nursigit Bintoro, M.Sc. (6); Ir. Pujo Saroyo, M.Eng.Sc. (7); NADIA MUNA SALMA (8) |
Abstrak/Abstract |
Cabai merupakan salah satu komoditas yang sangat penting bagi masyarakat Indonesia. Sebagian besar racikan masakan khas Indonesia menggunakan cabai sebagai bahan baku. Kabupaten Sleman merupakan sentra produksi cabai di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dengan luas lahan budidaya 2500 Ha. Produktivitas cabai merah besar adalah yang tertinggi sebanyak 30 ton/Ha, diikuti oleh cabai merah keriting sebanyak 15 - 20 ton/Ha, dan cabai rawit sebanyak 10 - 15 ton/Ha. Akan tetapi, dengan produksi yang melimpah, harga cabai di DIY dipengaruhi oleh harga cabai di daerah lain. Harga cabai di DIY akan anjlok ketika produksi cabai di sentra cabai daerah lain melimpah, yang menyebabkan fluktuasi harga yang dinamis. Hal tersebut mendorong Pemerintah Kabupaten Sleman melalui Dinas Pertanian melakukan upaya menggunakan teknologi pascapanen untuk memperpanjang umur simpan produk hortikultura cabai yang akan diterapkan pada saat panen raya cabai. |