Penulis/Author |
Hidayat Panuntun, S.T., M.Eng., D.Sc. (1) ; Ir. Waljiyanto, M.Sc. (2); Ir. Rochmad Muryamto, M.Eng.Sc (3); Muhammad Iqbal Taftazani, S.T., M.Eng. (4); Wahyu Marta Mutiarasari, S.T., M.Eng. (5); Annisa Farida Hayuningsih, S.T., M.Eng. (6); Anindya Sricandra Prasidya, S.T., M.Eng. (7); Ni Putu Praja Chintya, S.T., M.Eng. (8); Ir. Afradon Aditya Setyawan, S.T., M.Eng. (9); Erlyna Nour Arrofiqoh, S.T., M.Eng. (10) |
Abstrak/Abstract |
Sesuai dengan konsep yang tertuang pada undang-undang No. 23 tahun 2014, batas menjadi salah satu unsur vital untuk membentuk suatu kesatuan masyarakat hukum yang disebut dengan desa. Dengan adanya undang-undang tersebut, pemekaran wilayah sebagai dampak dari penerapan otonomi daerah menjadi sesuatu yang hampir terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Salah satu masalah yang sering timbul akibat dari pemekaran wilayah adalah sengketa lahan. Konflik tersebut timbul disebabkan karena batas yang tidak jelas antara dua wilayah atau lebih. Untuk mengantisipasi timbulnya konflik tersebut, batas-batas administrasi yang memisahkan antara dua wilayah atau lebih harus terdokumentasi dengan baik. Batas yang terdokumentasi dengan baik tersebut menjadi aspek penting dalam kaitannya dengan masalah kepastian hukum, penegakan hukum, eksplorasi dan eksploitasi. Desa Jatisarono adalah salah satu desa yang terletak di Kabupaten Kulon Progo, DIY, yang terdiri dari 69 RT dan 24 RW. Untuk menghindari konflik batas yang mungkin timbul di masa datang dan sebagai bentuk pendokumentasian batas yang baik, kami menyelenggarakan kegiatan pengabdian masyarakat berupa pemetaan batas administrasi RT dan RW Desa Jatisarono. Data yang digunakan untuk pembuatan peta tersebut adalah citra foto udara yang diperoleh dari hasil pengabdian tahun sebelumnya di desa yang sama. Dengan adanya kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini diharapkan permasalahan batas yang mungkin timbul di masa akan datang bisa diminimalisir. |