Penulis/Author |
dr. Santosa Budihardjo M.Kes., PA (1) ; Prof. Dr. dr. Dwi Cahyani Ratna Sari, M.Kes.PA(K) (2); Dr. dr. Muhammad Mansyur Romi, S.U., PA(K) (3); dr. Dwi Yatmo, M.Kes, PA (4); Dr. dr. Ch. Tri Nuryana, M.Kes (5); dr. Nur Arfian, Ph.D. (6); dr. Junaedy Yunus, M.Sc., Ph.D. (7); dr. Dian Prasetyo Wibisono, M.Sc., Sp.BS. (8); Wiwit Ananda Wahyu Setyaningsih, S.Keb., M.Sc. (9); dr. Eryna Ayu Nugra Desita, M.Biomed (10); dr. Ratih Yuniartha, Ph.D. (11) |
Abstrak/Abstract |
Aktivitas fisik merupakan salah satu kegiatan yang direkomendasikan untuk menurunkan berat badan, mencegah peningkatan berat badan, dan mencegah terjadinya penyakit sindroma metabolik (1) serta hipertensi (2). Pada umumnya dewasa memiliki penurunan penggunaan aktivitas fisik yang berdampak pada terjadinya kelebihan berat badan dan obesitas. Gangguan fungsi motorik merupakan salah satu dampak dari kelebihan berat badan dan obesitas yang terdiri dari gangguan fungsi sistem muskuloskeletal, penurunan mobilisasi, dan modifikasi gerakan tubuh (1,3). Secara global pada tahun 2016 terdapat 23% pria dan 32% wanita yang memiliki aktivitas yang tidak mencukupi. Di negara-negara Asia Tenggara hampir 74% penduduknya memiliki ketidakcukupan aktivitas fisik, sehingga hal tersebut akan meningkatkan resiko perkembangan penyakit tidak menular (4).
Aktivitas fisik, olahraga, dan kebugaran fisik merupakan kegiatan yang saling berhubungan, namun memiliki definisi yang berbeda-beda. Aktivitas fisik didefinisikan sebagai berbagai macam aktivitas yang dihasilkan dari kontraksi otot skeletal dan menyebabkan terjadinya peningkatan penggunaan energi, misalnya melakukan kegiatan rumah tangga. Olahraga merupakan salah satu komponen dari aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur, dan dilakukan berulang kali untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan. Kebugaran fisik didefinisikan sebagai kegiatan yang terukur yang berkaitan dengan kemampuan mereka untuk melakukan aktivitas fisik tanpa kelelahan yang tidak semestinya dan mencerminkan kombinasi perilaku aktivitas fisik, potensi genetik, dan kesehatan berbagai sistem organ (2). Telah diketahui bahwa kegiatan aktivitas fisik secara teratur berkontribusi dalam meningkatkan kesehatan fisik dan mental, dan membentuk interaksi social yang baik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa dewasa diharapkan mampu melakukan aktivitas fisik sebanyak 150 menit setiap minggu (5).
Kegiatan aktivitas fisik mampu meningkatkan fungsi kardiorespiratori pada individu dengan kelebihan berat badan dan obesitas. Sistematik review dari enam penelitian prospektif cohort tentang hipertensi (10-15th) menyimpulkan bahwa aktivitas fisik secara bermakna menurunkan semua kasus dan kematian pada penyakit jantung-pembuluh darah. Meskipun aktivitas fisik dapat memperbaiki hipertensi, keuntungan secara khusus tidak diketahui secara pasti, termasuk efek dari intensitas, dan penyakit yang dipengaruhi secara spesifik. Hipertensi juga meningkatkan risiko diabetes mellitus, dan gagal ginjal dan efek dari latihan fisik termasuk dosis dan intensitas pada kondisi ini masih jarang diinvestigasi (6,7).
Hiperurisemia juga dikaitkan dengan adanya peningkatan risiko penyakit jantung yang terjadi sebagai dampak dari obesitas dan resistensi insulin. Beberapa penelitian menggambarkan bahwa asam urat tidak hanya sebagai faktor risiko utama tetapi juga salah satu faktor risiko yang penting untuk penyakit jantung-pembuluh darah (8). Hiperurisemia, baik dengan maupun tidak ada deposit kristal asam urat, diketahui dapat memicu terjadinya vasokosntriksi pembuluh darah dan gagal ginja. Hiperurisemia juga memberikan dampak pada system kardiovaskular berupa ketidakseimbangan antara agen vasokonstriktor dan vasodilator yang mengakibatkan terjadinya disfungsi endotel pembuluh darah (9,10).
Dari penelitian epidemologis dilaporkan oleh sebuah survei, National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) oleh The US Centre for Disease Control and Prevention bahwa prevalensi penyakit ginjal kronis meningkat dari 12% pada tahun 1988-1994, menjadi 15% pada 2003-2006. Prevalensi meningkat pada populasi dengan umur 60 tahun keatas, dari 32% menjadi 38% (11). Data yang dihasilkan dari survei komunitas oleh Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) didapatkan bahwa 12,5?ri populasi sudah mengalami penurunan fungsi ginjal. Dari hasil survey ini dapat disimpulkan bahwa lebih dari 25 juta penduduk Indonesia mengalami penurunan fungsi ginjal.
Pengetahuaan mengenai kesehatan ginjal melalui skrining pemeriksaan kesehatan dan diskusi interaktif pada kelompok kelompok masyarakat diluar perkotaan perlu digalakkan. Program ini diharapkan memberikan penambahan pengetahuaan dan memperdayakan pengurus kelompok kegiatan di masyarakat, khususnya Pengajian taklim Salamah di Kecamatan Banguntapan, Bantul untuk dapat nantinya dapat menfasilitasi kegiatan kegiatan ceramah dan pemeriksaan kesehatan selanjutnya baik terkait untuk penyakit pada organ ginjal, maupun penyakit pada organ organ tubuh lainnya seperti jantung, paru, otak, tulang dan sendi. Dari hasil pengabdian masyarakat sebelumnya didapatkan bahwa sebanyak 22,5% anggota pengajian majelis taklim salimah mengalami obesitas berdasarkan IMT, 55% mengalami obesitas berdasarkan indicator lemak kulit berlebih, dan sebanyak 37,5% mengalami resiko penyakit kardiovaskular. Namun, presentase tersebut telah mengalami penurunan yang signifikan dibandingkan dengan pemeriksaan awal di tahun 2018. Selain itu kami mendapatkan bahwa sebanyak 5% anggota pengajian majelis taklim salimah mengalami diabetes mellitus terkontrol, 21,05% mengalami hiperkolesterolemia di tahun 2019.
Faktor pendukung untuk masyarakat di dusun Ironayan adalah adanya kelompok Pengajian taklim salimah, sedangkan jumlah partisipasi kegiatan pertemuan pengajian adalah fluktuatif. Untuk selanjutnya salah satu usaha untuk meningkatkan partisipasi jumlah kehadiran adalah dengan memadukan kegiatan ceramah dan pemeriksaan kesehatan dengan kegiatanpengajian menjadi kegiatan integratif yang bermanfaat untuk kesehatan fisik, mental, spirituial, dan sosial.
|