Abstrak/Abstract |
Pendahuluan: Warga padukuhan Turgo telah mengalami peristiwa traumatis berulang berupa erupsi Gunung Merapi, yaitu pada tanggal 01 November 1994, November 2010 dan November 2020. Peristiwa ini menjadi trauma psikologis pada warga padukuhan Turgo dan meningkatkan risiko gangguan kejiwaan dan perilaku pada warga. Penelitian sebelumnya mencatat sebanyak 59,4% wanita pengungsi di Huntara Kuwang Cangkringan, 78,8% wanita di Huntara Gondang, dan 65,8% wanita di Huntap Kuwang Cangkringan mengalami depresi. Gejala depresi yang sering dirasakan oleh para wanita tersebut adalah sering murung, menangis, mudah lelah, penurunan konsentrasi, kualitas hidupnya rendah, penurunan kemampuan kognitif, serta penurunan kemampuan berfikir. Peningkatan aktivitas Gunung Merapi sejak November 2020 menimbulkan kembali perasaan traumatis pada warga Turgo, mengganggu aktivitas pekerjaan sehingga menjadi kurang optimal, dan mengungsikan 169 orang dan 46 wanita, ditambah dengan pandemi COVID-19 telah menjadi stressor berlebih pada warga, khususnya wanita. Salah satu upaya peningkatan kesehatan wanita adalah dengan pelatihan kader kesehatan, meliputi pemberian sikap ramah ramah terhadap wanita, pelatihan permainan kearifan budaya lokal, dan memberikan pelatihan dukungan sosial dan spiritual.
Metode: Pengukuran awal tingkat depresi wanita dengan Geriatric Depression Scale dan kualitas hidup dengan WHOQOL-BREF, pengukuran pengetahuan dan ketrampilan kader, melakukan pelatihan kepada kader kesehatan yang dilaksanakan secara daring, serta evaluasi pengetahuan dan keterampilan kader sebelum dan sesudah pelatihan. Observasi sikap dan upaya kader pasca pelatihan dalam kegiatan bulanan kader kesehatan, dampak yang dirasakan warga wanita terhadap hasil pelatihan kader, observasi pemanfaatan hasil pelatihan tiap 1 bulan sekali.
Hasil:
Diskusi: |