Abstrak/Abstract |
Indonesia memiliki luas mangrove sekitar 3,31 juta ha yaitu sekitar 20?ri total
mangrove di dunia. Seiring perkembangan aktivitas ekonomi, ekosistem ini mengalami
tekanan-tekanan pembangunan baik secara langsung dan tidak langsung. Oleh karena
itu pengelolaannya harus merupakan bagian integral dari pengelolaan wilayah pesisir
terpadu dan pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) secara keseluruhan. Pemerintah Indonesia memberi perhatian khusus terhadap upaya perbaikan dan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan. Dalam Rencana Pemerintah Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020 – 2024, agenda rehabilitasi mangrove masuk ke dalam salah satu program prioritas nasional. Berdasarkan Peraturan Presiden nomor 120 tahun 2020 tentang Badan Restorasi Gambut dan Mangrove, Pemerintah Indonesia menargetkan percepatan rehabilitasi mangrove seluas 600.000 ha di 9 (Sembilan) provinsi, yaitu: Riau, Kepulauan Riau, Sumatera Utara, Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Papua Barat, dan Papua.
Untuk mendukung pelaksanaan percepatan kegiatan rehabilitasi perlu disusun rencana tahunan percepatan kegiatan rehabilitasi mangrove. Rencana tahunan tersebut bersifat semi detil yang memuat antara lain: lokasi indikatif kegiatan rehabilitasi mangrove, volume kegiatan, kebuthan barang dan upah, kondisi dan karakteristik lingkungan tempat tumbuh, informasi jenis, informasi sosial ekonomi masyarakat serta rekomendasi pola penanaman yang sesuai. Rencana Tahunan PRM tersebut diharapkan akan menjadi acuan untuk memudahkan dalam penyusunan Rancangan Teknis yang bersifat operasional. Salah satu kegiatan untuk mendukung kegiatan PRM yaitu Pembangunan Persemaian Modern yang bertujuan untuk penyediaan bibit yang berkelanjutan untuk kegiatan penanaman mangrove. Dalam pembangunan persemaian modern perlu mempertimbangkan aspek seperti ketersediaan lokasi, sarana, prasarana, jarak, tenaga
kerja, serta sistem manajemen yang memadai untuk mendukung kegiatan PRM. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisis studi kelayakan (FS) serta detail engineering design (DED) sebelum dilakukan pembangunan persemaian modern. |