Abstrak/Abstract |
Sesuai dengan amanat Undang - Undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 294, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5603) Pasal 42 Ayat 2 bahwa pengelolaan ruang laut meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian.Perencanaan ruang laut tersebut meliputi: a) perencanaan tata ruang Laut nasional, b) perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, dan c) perencanaan zonasi kawasan laut (Pasal 43 Ayat (1)). Pada Pasal 43 disebutkan bahwa perencanaan zonasi kawasan laut merupakan perencanaan untuk menghasilkan Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional, Rencana Zonasi Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah.
Kawasan antarwilayah merupakan kawasan laut lintas provinsi, meliputi Laut, Selat, dan Teluk. Pada tahun 2019, Direktorat Perencanaan Ruang Laut akan menyusun Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW) Selat Malaka, Kawasan Antarwilayah Laut Flores, dan Kawasan Antarwilayah Laut Maluku. Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah (RZ KAW) tersebut akan ditetapkan melalui Peraturan Presiden.
RZ KAW Selat Malaka mencakup Wilayah Perairan dan Wilayah Yurisdiksi, sehingga dalam penyusunan dokumen Rencana Zonasi tersebut diperlukan pembahasan secara khusus mengenai pemanfaatan ruang laut di Wilayah Yurisdiksi. Pembahasan ini perlu dilakukan agar Rencana Zonasi di Wilayah Yurisdiksi Selat Malaka sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada dalam UNCLOS, Konvensi, dan/atau hukum laut internasional, dan juga sebagai salah satu langkah Indonesia dalam menjalankan hak berdaulatnya (sovereign rights) di Wilayah Yurisdiksi tersebut.
Selat Malaka merupakan selat yang membentuk jalur pelayaran terusan antara Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Selat ini terletak diantara negara Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Lebar Selat Malaka hanya 1,5 mil laut pada titik tersempit, yaitu Selat Phillips dekat Singapura, dan merupakan salah satu dari kemacetan lalu lintas terpenting di dunia.
Keberadaan Selat Malaka sebagai salah satu jalur perdagangan terpenting di dunia tidak bisa dilepaskan dari berbagai kepentingan. Dari segi kepentingan ekonomi dan militer, Selat Malaka merupakan choke points yang sangat strategis bagi proyeksi armada angkatan laut negara-negara yang memiliki kepentingan di Kawasan Asia Pasifik. Bahkan, Selat Malaka juga dapat menjadi “alat” dalam rangka forward presence ke seluruh penjuru dunia. Perairan Selat Malaka kaya akan sumber daya alam, mulai dari perikanan hingga minyak dan gas bumi. Namun bersamaan dengan itu, wilayah ini menghadapi masalah pencemaran perairan akibat kegiatan pelayaran dan industri. Selat Malaka merupakan salah satu wilayah yang paling rentan di dunia karena menyimpan potensi besar untuk konflik politik dan bencana lingkungan.
Kawasan perairan Selat Malaka mencakup 4 (empat) provinsi, yaitu Provinsi Aceh, Sumatera Utara, Riau, dan Kepulauan Riau. Di perairan Selat Malaka terdapat 7 (tujuh) Pulau-Pulau Kecil Terluar, yaitu Pulau Bengkalis, Pulau Berhala, Pulau Karimunanak, Pulau Rangsang, Pulau Rupat, Pulau Tokonghiu Kecil, dan Pulau Batumandi. Ada lima pelabuhan penting internasional milik Indonesia, Malaysia, dan Singapura, yaitu Pelabuhan Klang (di dekat Kuala Lumpur), Johor, Penang, Singapura, dan Belawan (Medan). Selain itu masih ada sejumlah besar pelabuhan-pelabuhan kecil dan terminal feri yang cukup penting bagi kawasan setempat. Selat Malaka merupakan salah satu pusat pelayaran dunia dimana pelabuhan-pelabuhan kecil yang terdapat disana merupakan tulang punggung perdagangan lokal dan migrasi tenaga kerja.
Secara eksisting di Wilayah Yurisdiksi Selat Malaka terdapat kegiatan pertambangan migas, platform migas, pipa dan kabel bawah laut, perikanan tangkap, dan juga terdapat Benda Muatan Kapal Tenggelam (BMKT). Selain itu, terkait dengan pertumbuhan perekonomian regional, peranan Selat Malaka semakin meningkat menjadi salah satu Choke Point utama dalam koridor Sea Line of Communication (SLOC) dunia, terutama menyangkut pengangkutan komoditas. Dalam penyusunan Rencana Zonasi Kawasan Antarwilayah, khususnya yang berbatasan dengan Negara lain dan memiliki Wilayah Yurisdiksi perlu mempertimbangkan hak-hak Negara lain sesuai dengan ketentuan dalam UNCLOS. Oleh karena itu perlu didiskusikan dan disepakati bersama dengan instansi/stakeholders yang berkepentingan mengenai kegiatan pemanfaatan ruang laut seperti apa yang dapat diimplementasikan di kawasan tersebut dengan tidak melanggar ketentuan hukum laut internasional, dan disisi lain Indonesia juga tetap dapat menjalankan hak berdaulatnya secara optimal. |