Abstrak/Abstract |
The loss of Ahok-Djarot, incumbent candidate pair, in the second round of gubernatorial
election was allegedly related to the spread of digital disinformation. In addition, racial
and religious sentiments in the society of DKI Jakarta have been fathomed evident in
the last election. The phenomenon has driven a study on digital fluency in diverse socioeconomic
status (SES) for example age, gender, religion, ethicity, religiousity, level of
education and level of income in family. Survey was conducted to 189 voters of DKI
Jakarta. Results show that respondents from different socioeconomic background have
diverse digital fluency with the widest gaps occurred between people from lowest and
highest level of religiosity, income and education. Respondents from different gender,
age generation and religion background do not have considerable fluency gaps. However,
using pearson correlational analysis, only level of income and education that predicts
digital fluency level.
Fenomena kekalahan Ahok-Djarot pada putaran kedua Pilgub DKI Jakarta tersebut
ditengarai mudahnya warga termakan informasi digital bohong. Selain itu, sentimen
ras dan agama di masyarakat DKI Jakarta yang selama ini bagaikan api dalam
sekam dianggap terbukti pada Pilgub DKI terakhir. Fenomena tersebut mendorong
dilakukannya riset mengenai tingkat kefasihan digital pada beragam status sosial
ekonomi. Status sosial ekonomi yang dimaksud dalam konteks riset ini adalah ialah
usia, gender, agama, etnis, tingkat kesalehan beragama, tingkat pendidikan, dan
tingkat pendapatan dalam keluarga. Survei diselenggarakan terhadap 189 pemilih di
DKI Jakarta. Temuan menunjukkan bahwa responden yang berlatar belakang beragam
sosio ekonomi memiliki keragaman kefasihan digital pula dengan kesenjangan
kefasihan tertinggi terjadi di antara kelompok responden berkelas tertinggi dan
terendah di tingkat kesalehan, pendapatan dan pendidikan. Responden dari gender,
generasi usia dan agama yang berbeda tidak menunjukkan kesenjangan fluensi yang
patut dipertimbangkan. Selain itu, dengan menggunakan analisis korelasional, hanya
level pendapatan dan pendidikan yang mempengaruhi level kefasihan digital |