Karya
Judul/Title Kajian Wilayah Distribusi Niaga (WDN) sebagai Dukungan Pelaksanaan Kebijakan Remote Market Obligation (RMO) dalam Penyediaan dan Pendistribusian Bahan Bakar Minyak di Daerah Terpencil
Penulis/Author Prof. Dr. Eng. Ir. Deendarlianto, S.T., M.Eng. (1); Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LLM. (2) ; Dr. Agustina Merdekawati, S.H., LL.M. (3); Agung Satriyo Nugroho, S.Si., M.Sc. (4); Ir. Yano Surya Pradana, S.T., M.Eng., IPM., ASEAN Eng., ACPE., APEC Eng. (5); Fakih Irsyadi, S.T., M.T. (6); AGUSTINA SETYANINGRUM (7); Marizka Aviana Permatasari (8); SAIFUL ALIM ROSYADI (9); AHMAD FIKRI ARIEF RASYID (10); SABRINA NUGRAHANI S (11); ROBI GINTING (12); RAHMAH CANDRIKA R (13); M GALANG RAMADHAN AT (14); APRI DWI ISWANDA (15); WAHYU WIDIYANTO (16); NUGROHO ADHI PRATAMA (17)
Tanggal/Date 22 2021
Kata Kunci/Keyword
Abstrak/Abstract BBM adalah salah satu komoditas strategis yang menguasai hajat hidup orang banyak. Meskipun begitu, pada kenyataanya aksesibilitas masyarakat terhadap BBM belum merata di seluruh daerah di Indonesia. Dari 7.230 kecamatan di Indonesia, hanya terdapat 2.926 kecamatan (40,47 persen dari seluruh kecamatan) yang telah dilengkapi fasilitas penyalur SPBU. Lebih dari setengah jumlah kecamatan di Indonesia (59,53 persen) belum memiliki lembaga penyalur berskala SPBU. Kondisi geografis, ketimpangan tingkat perekonomian, dan disparitas kepadatan penduduk menjadi tantangan bagi pemerataan distribusi BBM. Bentuk geografis berupa kepulauan membuat jalur distribusi BBM antar daerah semakin kompleks. Selain itu, badan usaha kurang tertarik untuk menjangkau wilayah-wilayah terpencil dengan medan berat dan kondisi perekonomian yang belum berkembang. Sejauh ini, dua program untuk mengatasi kelangkaan BBM di wilayah terpencil, yaitu Program BBM 1 (satu) Harga dan Program penyalur berksala kecil, belum mampu secara cepat menyelesaikan ketimpangan distribusi BBM di Daerah Terpencil. Program BBM 1 (Satu) Harga yang sejak 2016 baru berhasil mendirikan 170 penyalur di lokasi-lokasi minim penyalur. Program penyaluran berskala kecil (seperti Pertashop milik Pertamina atau Microsite milik Exxon-Indomobil), telah mendirikan 1.088 unit penyalur, namun penyalur tersebut belum tersebar merata di wilayah yang terpencil dan baru dapat menyalurkan Jenis BBM non-subsidi. Badan Pengatur dapat merumuskan kebijakan pendukung untuk pemerataan distribusi BBM. Secara spesifik, Pasal 8 Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 tentang Kegiatan Usaha Hilir Minyak dan Gas Bumi memberikan kewenangan bagi Badan Pengatur untuk mewajibkan Badan Usaha untuk menyediakan dan mendistribusikan BBM di daerah yang mekanisme pasarnya belum berjalan dan Daerah Terpencil. Kewajiban ini disebut sebagai Remote Market Obligation (RMO). Badan Pengatur, dalam merumuskan kebijakan pemerataan BBM, perlu mengaplikasikan pendekatan kewilayahan yang dirumuskan kajian ini dalam konsep Wilayah Distribusi Niaga (WDN). Kajian ini berargumen bahwa pendistribusian BBM ke daerah terpencil dapat berjalan efektif jika BU-PIUNU diberikan pasar geografis dalam lingkup tertentu. Melalui pemberian pasar tersebut, BU-PIUNU dapat menangani distribusi BBM secara efektif di daerah terpencil maupun daerah non-terpencil sebagai sebuah kesatuan wilayah yang terintegrasi. WDN dalam kajian ini didefinisikan sebagai wilayah dalam satuan kecamatan yang ditetapkan oleh Badan Pengatur sebagai wilayah penugasan pendistribusian BBM. Satu WDN akan terdiri dari gabungan tiga jenis karakteristik wilayah kecamatan, yaitu: (1) daerah yang mekanisme pasarnya sudah berjalan, (2) daerah yang mekanisme pasarnya belum berjalan, dan/atau (3) daerah terpencil. Kajian ini merumuskan bahwa seluruh Indonesia dapat dibagi menjadi 65 WDN, dengan masing-masing WDN berisi gabungan dari 3 karakteristik wilayah kecamatan tersebut. Gagasan konsep WDN ini berbeda dengan konsep WDN yang digagas Peraturan BPH Migas No. 7/2005. Peraturan sebelumnya mendefinisikan WDN sebagai satu wilayah yang digolongkan ke dalam satu jenis karakteristik wilayah. Satu WDN hanya dapat berupa antara daerah yang mekanisme pasarnya sudah berjalan, daerah yang mekanisme pasarnya belum berjalan, atau daerah terpencil. Sementara itu, konsep WDN dalam kajian ini memasukkan ketiga elemen karakteristik wilayah ke dalam satu WDN. Penggabungan ketiga elemen tersebut bertujuan untuk menciptakan komplementaritas antar karakteristik wilayah. Melalui hak niaga eksklusif pada WDN, satu BU-PIUNU secara eksklusif akan diberikan hak untuk mengelola kegiatan niaga BBM di seluruh daerah yang berada dalam sebuah WDN. Oleh karena satu WDN berisi gabungan daerah-daerah dengan tiga karakteristik berbeda, BU-PIUNU dapat memanfaatkan cost complementarity antar daerah. Daerah yang mekanisme pasarnya sudah berjalan diharapkan dapat menyokong daerah terpencil, sehingga seluruh wilayah dalam satu WDN dapat terjangkau akses BBM. Hak eksklusif tersebut diharapkan dapat membantu BU-PIUNU untuk mendapatkan kepastian berusaha dalam jangka panjang. Jenis BBM yang akan diatur dalam pendistribusian di lingkup WDN adalah Jenis BBM Tertentu (JBT) dan Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP). Hal ini bermakna bahwa "hak monopoli" penyaluran BBM yang diberikan pada BU-PIUNU hanya terbatas pada penyaluran JBT dan JBKP. Kedua jenis BBM tersebut adalah wujud afirmasi atas wilayah-wilayah tertentu (wilayah penugasan) dan segmen konsumen tertentu (pelanggan bersubsidi). Sifat affirmative action tersebut memungkinkan pemberian hak khusus pada BU-PIUNU untuk memonopoli niaganya. Sebaliknya, hak eksklusif tidak dapat diberikan untuk kegiatan niaga Jenis BBM Umum. Jenis BBM Umum ditujukan untuk kegiatan niaga murni dengan harga sesuai mekanisme pasar. Persaingan usaha tidak sehat akan muncul jika BU-PIUNU diberikan hak untuk memonopoli Jenis BBM Umum.
Level Nasional
Status
Dokumen Karya
No Judul Tipe Dokumen Aksi
1SK Tim Peneliti WDN.pdfSurat Tugas / SK
2Cover+Pengesahan+Exsum+Daftar Isi Laporan Akhir Penelitian WDN 2021.pdfLaporan penelitian