Karya
Judul/Title Kajian Sektor Ketahanan Energi pada Agenda Prioritas Pengawasan
Penulis/Author Prof. Dr. Marsudi Triatmodjo, S.H., LLM. (1); Yudistira Hendra Permana, S.E., M.Sc., Ph.D. (2) ; Agung Satriyo Nugroho, S.Si., M.Sc. (3); Muhammad Aulia Rahman, S.T., M.Sc. (4); Tapiheru Joash Elisha Stephen, S.I.P., M.A., Ph.D.. (5); Saiqa Ilham Akbar BS., S.E., M.Sc. (6); Dr.rer.silv. Sandy Nurvianto, S.Hut., M.Sc. (7); Prof. Dr. Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M. (8)
Tanggal/Date 2023
Kata Kunci/Keyword
Abstrak/Abstract Energi merupakan salah satu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu penguasaan energi dilakukan oleh Pemerintah sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Penguasaan energi oleh Pemerintah dalam hukum diwujudkan dalam pengaturan oleh Pemerintah melalui berbagai kebijakan energi nasional. Tujuan kebijakan energi nasional adalah kemandirian dan ketahanan energi nasional sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Energi. Dalam mencapai ketahanan energi, Pemerintah menetapkan undang-undang payung melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Namun demikian, sektor energi baru terbarukan sendiri masih belum memiliki payung hukum yang jelas karena EBT sendiri masih menjadi RUU yang belum disahkan. Padahal, upaya menuju transisi energi telah menjadi keniscayaan bagi Indonesia dan telah dilakukan penyusunan peta jalan transisi energi yang di dalamnya memuat EBT sebagai sumber energi yang diprioritaskan dalam transisi energi. Terlepas dari upaya transisi energi pula, masing-masing UU yang disebutkan diatas juga masih memiliki dinamika permasalahan implementasi di lapangan yang begitu kompleks. Beberapa hal yang perlu diidentifikasi dari permasalahan tersebut mencakup segi kecukupan kebijakan, keselarasan antar peraturan perundang-undangan, dan ketepatan kebijakan. Ketiga komponen tersebut menjadi salah satu kebutuhan dalam informasi hasil pengawasan yang dilakukan oleh BPKP untuk melakukan pengawasan triwulanan, khususnya pada agenda pengawasan prioritas di sektor ketahanan energi. Kajian ini akan melihat dinamika ketahanan energi di Indonesia dari kacamata pengawasan dalam komponen informasi hasil pengawasan. Metode kajian yang dilakukan adalah mixed method dengan menggunakan pendekatan eksploratif; pendekatan kuantitatif mengikuti hasil dari pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data dilakukan dengan desk study melalui identifikasi dokumen peraturan perundang-undangan, laporan, maupun publikasi ilmiah terkait dengan topik ketahanan energi yang relevan dengan pertanyaan penelitian, focus group discussion bersama dengan pemangku kepentingan terkait, dan data sekunder statistik yang tersedia melalui media massa. Data dianalisis dengan deskriptif kualitatif, analisis gap, dan deskriptif kuantitatif. Dalam tataran hukum, berbagai peraturan perundang-undangan dibidang energi dikaji secara yuridis normatif untuk memetakan kecukupan dan keselarasan sebagai sebuah sistem hukum. Secara umum kecukupan peraturan perundang-undangan bidang energi dapat dilihat secara eksistensi dan substansi. Secara eksistensi perintah undang-undang untuk membentuk peraturan turunan belum seluruhnya dilaksankaan. Sementara secara substansi beberapa peraturan turunan masih mengatur yang hal sama dengan undang-undang atau tidak ada peraturan lebih lanjut dalam peraturan pelaksana. Keselarasan antar peraturan perundang-undangan bidang energi dalam mencapai ketahanan energi dapat dianalisis melalui pengaturan mengenai subsidi, cadangan energi, EBT, dan pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pada Kebijakan mengenai subsidi, putusan Mahkamah Konsitusi melalui Putusan MK Nomor 002/PUU-I/2003 menghapus ketentuan mengenai perhitungan harga berdasarkan tanggung jawab sosial bagi golongan masyarakat tertentu sehingga kebijakan subsidi migas dalam undang-undang menjadi tidak ada pengaturannya. Kebijakan mengenai cadangan energi dalam UU Energi tidak diatur sementara pada ketiga undang-undang lainnya diatur kebijakan mengenai cadangan energi. Berkaitan dengan EBT, UU 22/2001 dan UU 4/2009 jo. UU 3/2020 tidak mengaturnya karena keduanya merupakan sumber energi tidak terbarukan. Sementara pada kebijakan pembagian kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemeirntah Daerah tidak ditemukan pengaturannya dalam UU 22/2001, pemerintah daerah hanya dilibatkan dalam proses konsultasi. Penerapan kebijakan energi nasional di Indonesia diukur keberhasilannya melalui secara berkala dipantau pencapaiannya dalam 4A (Availability, Accessibility, Affordability, dan Acceptability). Availability didefinisikan sebagai ketersediaan energi dan sumber energi yang cukup di dalam negara, accessibility adalah kemampuan akses energi dan sumber energi secara handal dan sesuai kebutuhan kedepan, affordability adalah keterjangkauan konsumen terhadap harga energi, dan acceptability adalah penerimaan Masyarakat terhadap energi yang ramah lingkungan. Lebih rinci, pada masing-masing aspek-aspek tersebut diturunkan dalam beberapa indikator dan parameter. Penilaian dari 4A tersebut menjadi referensi bagi Pemerintah dan pemangku kebijakan. Selanjutnya, pada laporan ini dilakukan analisis untuk mengidentifikasi apakah peraturan perundang-undangan energi di Indonesia telah mengakomodasi usaha mencapai target parameter-paramater dalam aspek 4A. Berdasarkan temuan dalam lampiran ini, ditemukan terdapat 9 gap aturan untuk mencapai parameter-parameter dalam aspek Availability, 8 gap aturan untuk mencapai parameter-parameter dalam aspek accessibility, 4 gap aturan untuk mencapai parameter-parameter dalam aspek affordability, dan 1 gap aturan untuk mencapai parameter-parameter dalam aspek acceptability. Ketahanan energi dan perlindungan hidup merupakan satu kesatuan yang penting untuk diintegrasikan karena aspek keberlanjutan merupakan hal yang penting dijadikan perhatian bersama. Di sisi lain, paradigma terkait hubungan pengembangan sistem energi dan pembangunan berkelanjutan masih menjadi perdebatan dalam proses penentuan kebijakan pembangunan khususnya diluar aspek teknologi. Oleh karena itu, untuk menjamin prinsip perlindungan lingkungan di dalam lingkup ketahanan energi ,maka perlu dilakukan implementasi kepatuhan untuk menuju ketahanan energi. Adapun implementasi kepatuhan dapat dilakukan melalui standardisasi, sertifikasi, dan juga mekanisme penghargaan. Sebagai contoh, salah satu standar yang umum digunakan pada bidang pengusahaan energi yaitu ISO 50001 untuk sistem pengelolaan energi dan ISO 14001 untuk sistem pengelolaan perlindungan lingkungan. Selain itu, pada sertifikasi, penerapan sertifikasi seperti Proper, yaitu sertifikasi tersebut dapat menekan degradasi kualitas lingkungan. Pada penerapan mekanisme penghargaan dapat memberikan branding yang baik untuk industri yang menerapkan mekanisme pengelolaan industri tertentu berdasarkan penghargaan yang ada.
Level Nasional
Status
Dokumen Karya
No Judul Tipe Dokumen Aksi
1ST Kajian BPKP 2023.pdfSurat Tugas / SK
21_ LAPORAN AKHIR KONSUMEN JBT (1).pdfBukti Published