Karya
Judul/Title Kajian Pemanfaatan Fleksibilitas Regulasi Internasional dalam Penyediaan Obat
Penulis/Author
Tanggal/Date 13 2021
Abstrak/Abstract Keterbatasan akses masyarakat terhadap obat-obatan dan berbagai produk kesehatan lainnya masih menjadi isu yang belum terselesaikan di negara-negara sedang berkembang hingga saat ini, termasuk Indonesia. Perlindungan paten terhadap obat menjadi salah satu penyebab masyarakat tidak dapat memperoleh obat yang berkualitas dengan harga yang murah. Di satu sisi, paten yang memberikan insentif kepada penemu obat diharapkan dapat meningkatkan pengembangan obat baru di industri farmasi karena tingginya biaya riset dan lamanya waktu pembuatan obat. Namun, di sisi lain, hal ini menyebabkan pemegang paten memiliki hak monopoli untuk menentukan harga jual obat sehingga harga obat tersebut menjadi terlampau tinggi bagi masyarakat, khususnya di negara-negara sedang berkembang. Ketentuan mengenai perlindungan paten terhadap obat-obatan ini ditetapkan dalam The Agreement on Trade Related Intellectual Property Rights (TRIPs). Aturan yang terkandung dalam TRIPs ini wajib dipatuhi oleh setiap anggota World Trade Organization (WTO). Indonesia yang menjadi salah satu negara yang mengesahkan keikutsertaannya melalui Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) pun harus menyelaraskan setiap peraturan perundang-undangan di bidang Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI) dengan ketentuan yang ada di dalam TRIPs. Kontroversi antara negara-negara maju yang dipandang memanfaatkan posisi negara sedang berkembang sebagai pasar dari obat dan produk kesehatan lainnya pun akhirnya diakomodir dalam Doha Declaration on the TRIPs Agreement and Public Health. Deklarasi ini menyatakan bahwa setiap negara anggota WTO berhak untuk mengambil langkah-langkah dalam melindungi kesehatan masyarakat, khususnya dalam rangka memberikan akses terhadap obat-obatan bagi semua kalangan. Hadirnya deklarasi ini menjadi peluang bagi negara sedang berkembang untuk mengatur lebih lanjut fleksibilitas dalam TRIPs. Saat ini, Indonesia telah memiliki dua peraturan yang mengecualikan ketentuan TRIPs mengenai perlindungan paten terhadap produk farmasi. Pertama, UU No. 13 Tahun 2016 tentang Paten (selanjutnya disebut UU Paten) yang mengatur tentang impor paralel, lisensi wajib, dan pelaksanaan paten oleh Pemerintah. Kedua, Perpres No. 76 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan Paten oleh Pemerintah terhadap Obat Antiviral dan Antiretroviral yang 2 memberikan akses terhadap obat penyakit HIV/AIDS yang saat itu masih dilindungi paten. Namun, masih terdapat banyak ruang yang dapat digunakan Indonesia untuk dapat memanfaatkan fleksibilitas regulasi Internasional secara maksimal, khususnya di masa pandemi COVID-19 sekarang ini. Selain TRIPs, perlu dilihat juga ketentuan tentang pengecualian-pengecualian dalam GATT 1994 yang dapat dimanfaatkan oleh Indonesia. Oleh karena itu, kajian ilmiah dan analisa pemanfaatan fleksibilitas regulasi Internasional dalam penyediaan obat dan berbagai produk kesehatan lainnya sangat dibutuhkan dalam rangka Kementerian Kesehatan menyusun strategi untuk menjamin ketersediaan obat dan produk kesehatan lain kepada masyarakat. Perlu adanya pendampingan dan asistensi dari suatu lembaga atau institusi yang memiliki latar belakang penelitian akademis yang kuat dan kredibel. Hasil pengkajian ini nantinya dapat menjadi rekomendasi dan dasar acuan untuk menyusun kebijakan dalam penyediaan obat dan kemandirian sediaan farmasi di Indonesia.
Rumpun Ilmu Farmasi Umum dan Apoteker
Bahasa Asli/Original Language Bahasa Indonesia
Level Nasional
Status
Dokumen Karya
No Judul Tipe Dokumen Aksi
1Laporan Akhir Kajian Fleksibilitas (EDITED).pdfLaporan penelitian
2SPK-Kajian Analisa Pemanfaatan Fleksibilitas Regulasi Internasional Dalam Penyediaan Obat 2021 (1)_compressed.pdfKontrak