Abstrak/Abstract |
Sektor energi memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia,
karena energi merupakan masukan utama dalam kegiatan ekonomi produksi dan
yang lainnya. Dengan pertambahan penduduk dan kesejahteraan ekonomi
masyarakat, kebutuhan energi nasional cenderung meningkat. Industri dan
transportasi merupakan pengguna energi terbesar, dengan kebutuhan masingmasing
lebih dari 36 dan 38%. Industri memerlukan energi dalam bentuk minyak
dan listrik, sedangkan transportasi masih menggantungkan sumber energinya dari
minyak bumi. Sebagai tambahan informasi, sebagian besar pembangkit listrik
nasional masih menggantungkan sumber energinya dari minyak bumi, menjadikan
minyak bumi sebagai sumber energi nasional.
Krisis energi yang melanda dunia telah membangunkan kesadaran banyak
negara untuk memikirkan jalan keluar dalam mengatasi berkurangnya sumber
energi minyak yang semakin lama semakin berkurang akibat eksploitasi dan
konsumsi yang semakin meningkat. Di sisi yang lain, posisi Indonesia telah
berubah dari Negara eksportir menjadi Negara net-importir minyak bumi. Di
tengah krisis BBM (Bahan Bakar Minyak) yang melanda Indonesia, sejak tahun
2005 telah digali berbagai tanaman yang dapat diolah menjadi bahan bakar
pengganti minyak bumi yang sering disebut BBN (Bahan Bakar Nabati).
Pada tahun 2008, pemerintah melalui Peraturan Menteri ESDM telah
mengeluarkan Permen No. 32/2008 tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata
Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain. Dalam peraturan
tersebut, pemerintah mengharuskan penggunaan BBN dalam transportasi, industri
dan pembangkit tenaga listrik. Salah satu BBN adalah Biodiesel yang dapat
dihasilkan dari minyak beragam jenis tanaman antara lain Kelapa Sawit, Kelapa,
Jarak Pagar, Nyamplung dan Kemiri Sunan, meskipun demikian bahan utama
biodiesel skala besar adalah minyak sawit. Kelapa sawit saat ini diakui sebagai
tanaman penghasil minyak yang paling efisien, hanya dalam budidayanya
memerlukan lahan yang subur serta curah hujan merata sepanjang tahun. Minyak
kelapa sawit juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi karena dapat
xxii
dikembangkan menjadi minyak makan dan oleokimia yang sangat penting dalam
industri kosmetik, oleh karena itu perlu dikaji tanaman lain yang juga efisien
dalam menghasilkan minyak, sesuai dibudidayakan di lahan marginal serta
minyaknya tidak layak konsumsi. Kemiri Sunan dilaporkan mampu
menghasilkan biji sebanyak 4-6 ton biji kering per hektar per tahun setara dengan
2-3 ton minyak kasar per hektar per tahun, pertumbuhannya relatif cepat, wilayah
pengembangannya luas dari dataran rendah hingga 1000 m di atas permukaan
laut, tahan kering dan tumbuh baik di lahan marginal sehingga sangat cocok
sebagai tanaman penghijauan dan konservasi, Oleh karena itu kemungkinan besar,
Kemiri Sunan akan dapat menjadi bahan baku BBN Masa Depan.
Di sekitar wilayah lokasi Proyek Pengembangan Gas – Jambaran Tiung
Biru (PPG - JTB) yang dikelola oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC) banyak
terdapat lahan tidak produktif yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan
Kemiri Sunan guna peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitarnya, oleh karena
itu diperlukan Kajian Kelayakan Pengembangan Kemiri Sunan di Wilayah
tersebut. Kajian kelayakan diharapkan menghasilkan konsep pengembangan yang
paling layak terkait budidaya Kemiri Sunan secara teknis dan ekonomis berbasis
pada upaya peningkatan pendapatan keluarga (masyarakat sekitar) dan
dilaksanakan dalam skema pemberdayaan ekonomi masyarakat. Kegiatan meliputi
Survei Lahan dan Air, Kajian Budidaya Tanaman, Kajian Penanganan Pasca
Panen dan Teknologi Tepat Guna, Survei Kondisi Sosial Masyarakat dan
Skenario Kelayakan Keekonomian Usaha Tani dan Kajian Potensi Pemasaran
dan Analisis Kebijakan Pemerintah.
Kegiatan survei lahan dan air dilaksanakan di 24 Desa target yang
tersebar di 6 Kecamatan yaitu kecamatan Gayam, Kalitidu, Ngasem, Padangan,
Purwosari dan Tambakrewjo, sedangkan survei sosial ekopnomi hanya dikerjakan
di 4 Kecamatan yang meliputi 6 Desa yaitu Desa Bandungrejo wilayah
Kecamatan Ngasem, Kaliombo, Kuniran dan Pelem yang termasuk Kecamatan
Purwosari, Malingmati di Kecamatan Tambakrejo, serta Desa Gayam yang
merupakan wilayah Kecamatan Gayam. Kegiatan pengumpulan informasi
tanaman dan Teknologi Tepat Guna dilakukan di Pondok Pesantren Sunan
xxiii
Drajad, Kabupaten Lamongan, PT Agrindo di Kabupaten Gresik – Provinsi Jawa
Timur, dan tegakan pohon Kemiri Sunan di Kabupaten Garut dan Majalengka.
Provinsi Jawa Barat. Kebijakan dikumpulkan dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Kabupaten Bojonegoro, Provinsi Jawa Timur; Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan Bogor serta Direktorat Jendral Perkebunan,
Kementerian Pertanian serta menggunakan akses internet.
Mendasarkan diri pada survei lahan dan air serta informasi
kebutuhan minimal kondisi tanah dan air untuk pertumbuhan dan perkembangan
Kemiri Sunan diketahui bahwa lahan di sekitar wilayah PPG-JTB sesuai untuk
budidaya Kemiri Sunan dengan pembatas tektur tanah dan pengatusan. Dari
beragam penggunaan lahan seperti hutan, sawah irigasi, sawah tadah hujan,
tegalan, jalan dan pekarangan, dengan pertimbangan bahwa sebagian besar hutan
dimiliki oleh perhutani, sawah dimanfaatkan sebagai lumbung pangan, maka
hanya lahan tegalan, jalan dan pekarangan yang disarankan untuk Kemiri Sunan.
Lahan pekarangan selain digunakan untuk budidaya tanaman juga untuk tempat
hunian dengan perbandingan 40: 60. Di lahan pekarangan, telah banyak
dibudidayakan empon-empon, tanaman buah, tanaman kayu-kayuan, tanaman
estetika, tembakau dan kacang hijau. Dari 40% luasan pekarangan, oleh karena
itu diduga hanya 10% lahan yang dapat diusulkan untuk digunakan sebagai
penanaman tanaman baru, sehingga jumlah lahan yang sesuai seluas 2.445 ha.
Kemiri Sunan yang dipelihara dengan baik, pada umur sekitar 3 tahun
sudah berbunga. Musim berbunga dan berbuah sangat tergantung pada keadaan
iklim.. Kemiri Sunan membutuhkan musim kemarau yang tegas pada saat
pembungaan dan pembuahan. Musim berbunga terjadi pada bulan Februari-Maret
dan Oktober-Nopember. Buah Kemiri Sunan mencapai kematangan dan akan
mulai berjatuhan setelah 5 bulan dari saat pembuahan. Biji Kemiri Sunan
terbungkus kulit biji yang menyerupai tempurung dengan permukaan luar yang
sedikit licin. Tempurung biji ini tebalnya sekitar 1-2 mm, berwarna cokelat atau
kehitaman. Di dalam biji terdapat daging biji (kernel) berwarna putih yang kaku
(endosperm dengan kotiledon di dalamnya). Buah Kemiri Sunan terdiri dari 62-
68% kulit buah, 11-16%, tempurung biji dan 16-27?ging biji. Daging biji
xxiv
apabila diperas akan menghasilkan minyak kasar dengan rendemen 45-50%, dan
di dalam minyak kasar mengandung 50% asam α-oleostearat yang berpotensi
sebagai pestisida nabati.
Mengingat kondisi dan potensi lahan yang ada di area sekitar PPG - JTB
adalah tegalan dan pekarangan, maka pola tanam yang paling memungkinkan
untuk diterapkan adalah pertanaman campuran (mixed cropping) dengan tipe
multistrata cropping. Tumpangsari Kemiri Sunan dengan palawija merupakan
pilihan yang tepat untuk meningkatkan produktivitas lahan. Beberapa komoditi
palawija berpeluang untuk ditumpangsarikan dengan Kemiri Sunan antara lain
kedelai, kacang hijau dan jagung.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa Kemiri Sunan memiliki perakaran
yang cukup ekspansif . Meskipun demikian, untuk pengembangan di sekitar
wilayah PPG-JTB kemungkinan besar tidak akan merusak bangunan maupun
jaringan pipa karena secara umum lapisan olahnya dalam. Pengembangan Kemiri
Sunan bahkan secara ekologi menguntungkan karena kemampuan menangkap
CO2nya cukup besar yaitu 291,10 μm CO2/cm2/detik. Karena kemampuan
menangkap karbon bebas sejalan dengan kemampuan fotosintesis, maka pada
umur 20 tahun setelah tanam produktivitas buahnya diduga dapat mencapai 63,37
ton/ha/tahun atau setara 17,11 ton/ha/tahun daging biji atau 7,70 tonminyak
/ha/tahun dengan umur ekonomi berada pada kisaran 25 – 30 tahun.
Penanganan pasca panen Kemiri Sunan cukup sederhana meliputi
pengambilan biji dari buah, pengeringan biji, pengambilan daging biji dari biji.
Dalam jumlah kecil, pengampilan biji dari buah dapat dilakukan secara manual,
sedangkan dalam jumlah banyak dapat digunakan alat pelepas biji. Biji
selanjutnya dikeringkan di dalam rak-rak pengering dengan sistem kering angin
atau menggunakan pengatur suhu dan angin (blower) sampai kadar air biji 7-9?ngan waktu yang diperlukan selama 5-7 hari. Biji Kemiri Sunan yang sudah
kering dengan kadar air 7-9% dimasukkan dalam blek (kotak kaleng) yang
tertutup rapat atau dikemas dalam kantong plastik serta disimpan dalam ruangan
dengan kelembaban dan suhu terkendali. Pengambilan daging biji dari biji dapat
dilakukan secara manual atau dengan pemecah kulit biji.
xxv
Minyak daging biji dapat dipanen dengan diperas baik secara manual
dengan alat pemeras sederhana ataupun alat pemeras tenaga listrik. Sebelum
pemerasan, daging biji dapat dipanaskan terlebih dahulu. Sebelum digunakan
sebagai bahan baku BBN, minyak hasil perasan sebaiknya diendapkan terlebih
dahulu.
Dengan pemerasan sederhana, kandungan minyak 4 kultivar Kemiri Sunan
hampir mencapai 60 ?ngan rendemen antara 30 – 33%, sedangkan apabila
ditambah sedikit pemanasan akan menaikkan rendemen menjadi sekitar 36-41%.
Minyak hasil perasan berwarna kuning jernih atau kuning agak gelap apabila
sebelum diperas daging biji dipanaskan. Minyak Kemiri Sunan memiliki banyak
ikatan rangkap tidak jenuh yang dapat mencapai lebih dari 80 % yang sangat
penting apabila digunakan sebagai biodiesel, karena tidak mudah membeku
apabila suhunya rendah.
Sisa Kemiri Sunan terdiri dari dua bagian, yakni kulit dan ampas kemiri.
Proporsi kulit mencapai sekitar 50-60?ri total buah yang telah dikeringkan
selama 24 jam pada suhu sekitar 60oC. Kulit mayoritas berupa selulosa dan
hemiselulosa merupakan biomasa yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber
energi. Proporsi ampas biji yang diambil minyaknya tanpa pemanasan berkisar
antara 66-70 %, sedangkan apabila dipanaskan turun menjadi 59-64 %. Kulit biji
dan ampas sisa pemerasan daging biji dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar
dalam bentuk briket atau pelet.
Banyak petani di sekitar PPG-JTB Kabupaten Bojonegoro belum
mengetahui tanaman Kemiri Sunan, bahkan belum pernah melihatnya, meskipun
demikian setelah dijelaskan lebih lanjut tentang potensi keuntungan secara sosial,
ekonomi, dan lingkungan, hampir semua petani sangat tertarik untuk
mengembangkan Kemiri Sunan. Petani sangat mengharapkan adanya informasi
kesesuaian lahan dan lingkungan untuk Kemiri Sunan. Masyarakat berkeinginan
pula agar bahan bakar asal Kemiri Sunan dapat bersaing dengan bahan bakar fosil.
Keinginan masyarakat tersebut didukung oleh hasil kajian ini yang
mengisyaratkan bahwa dengan harga yang bersaing, Kemiri Sunan masih mampu
memberikan keuntungan ekonomi bila dibandingkan dengan komoditas pertanian
xxvi
penghasil bahan baku BBN yang lain seperti jarak pagar, kelapa sawit dan
singkong.
Pemerintah Indonesia telah menuangkan kebijakan BBN dalam Peraturan
Menteri ESDM (Energi dan Sumberdaya Mineral) No 25 Tahun 2013 yang
menyatakan pengguna BBM wajib menggunakan BBN sebagai campurannya,
baik bahan bakar tersebut akan digunakan sendiri atau untuk kepentingan
komersial. Minyak solar merupakan salah satu bahan bakar yang banyak
digunakan dalam armada transportasi umum, industri dan pembangkit tenaga
listrik yang menjadi konsumen terbesar BBM. Kewajiban bahan bakar campuran
(Indonesian mix) akan menyebabkan kebutuhan BBN-minyak akan semakin
meningkat. Kemiri Sunan akan menjadi komoditas strategis sebagai BBN, karena
dapat dibudidayakan di lahan marginal, minyaknya tidak layak konsumsi, dan
secara ekonomis mampu bersaing dengan bahan baku BBN yang lain.
Kabupaten Bojonegoro mempunyai keuntungan strategis, karena selain
terdapat ladang minyak mentah, juga kilang minyak meskipun dengan kapasitas
relatif kecil. Untuk itu, agar ke depan kondisi strategis ini bermanfaat bagi
masyarakat dan pemerintah Kabupaten Bojonegoro, maka untuk memperkuat
rantai pemasaran Kemiri Sunan di Kabupaten Bojonegoro diperlukan industri
pengolahan minyak Kemiri Sunan. Industri pengolahan minyak Kemiri Sunan
harus melibatkan masyarakat oleh karena itu perlu dipertimbangkan 3 skenario
jalur pemasarannya yaitu (1) petani dikelompokkan menjadi 3 yaitu kelompok
pengumpul dan pemanen biji; pemeras serta pengumpul minyak; (2) petani
dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu pengumpul buah, pemanen dan
pemeras biji, serta pengumpul minyak, sedangkan yang ketiga, petani hanya
dikelompokkan menjadi 1 kelompok yaitu pengumpul buah dan pemanen biji.
Selanjutnya biji atau minyak yang dihasilkan langsung dapat dikumpulkan di
Industri Pengolahan Minyak Kemiri Sunan yang terdapat di Kabupaten yang
sebaiknya berbentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang sebagian besar
sahamnya juga dimiliki oleh petani. Minyak Biodiesel yang dihasilkan
selanjutnya dapat dibeli langsung oleh pengguna baik PT Pertamina (Persero)
maupun perusahaan lain yang menggunakan solar sebagai contoh PT PLN
xxvii
(Persero), beberapa industri di kota besar sekitar Bojonegoro seperti Surabaya dan
Surakarta yang menggunakan mesin diesel sebagai penghasil energinya.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro sadar bahwa daerahnya akan menjadi
daerah sumber energi tidak hanya karena ladang minyaknya, tetapi juga BBNnya.
Oleh karena itu Bupati Bojonegoro pada saat bertemu dengan staf khusus Wakil
Menteri ESDM sepakat bahwa pada tahun 2014 Pemerintah Daerah Kabupaten
Bojonegoro akan menanam 10.000 pohon Kemiri Sunan untuk pemberdayaan
ekonomi masyarakat dan administratur Kesatuan Pemangku Hutan (KPH)
Perhutani Bojonegoro siap menyediakan lahan untuk Kemiri Sunan tersebut. |