Penulis/Author |
Prof. Suadi, S.Pi., M.Agr.Sc., Ph.D (1); Dr.nat.techn. Francis M Constance Sigit Setyabudi, S.T.P., M.P. (2) ; apt. Rumiyati, S.Si., M.Si., Ph.D. (3); Dr. Prihati Sih Nugraheni, S.Pi., M.P. (4); Dr. Ir. Priyanto Triwitono, M.P. (5); DIAH PUSPITASARI (6); BAGUS AJI WASKITO (7) |
Abstrak/Abstract |
Dashboard Pemantauan Terpadu Percepatan Pencegahan Stunting yang dikelola Sekretariat Wakil Presiden Republik Indonesia, secara nasional masih ada sekitar 27,7?yi di bawah lima tahun yang mengalami stunting.[ Diakses dari https://dashboard.stunting.go.id/] Sedangkan di tingkat provinsi, angka stunting Nusa Tenggara Timur (NTT) pada balita berada di urutan tertinggi secara nasional yang mencapai 43,82%[ Sekretariat Jeneral Kementerian Kesehatan RI, 2020, Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019.] dan untuk tingkat Kabupaten/Kota di NTT, ranking pertama balita stunting ditempati Timor Tengah Utara (56,80%) yang disusul oleh Timor Tengah Selatan (56%), di antara 22 Kabupaten/Kota. [Data wilayah prioritas intervensi dari Dashboard Pemantauan Terpadu Percepatan Pencegahan Stunting, pada tautan https://dashboard.stunting.go.id/wp-content/uploads/2021/03/m_kabkota.xlsx].
Pada Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Stunting, terdapat lima pilar penyokong, yakni: (1) Komitmen dan Visi Kepemimpinan Nasional serta Daerah, (2) Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku, (3) Konvergensi Program Pusat, Daerah, dan Desa, (4) Ketahanan Pangan dan Gizi, serta (5) Pemantauan dan Evaluasi. Kelima pilar ini menggambarkan kerumitan persoalan stunting yang bukan hanya sekadar urusan malnutrisi saja, tetapi juga tentang kultur masyarakat tempat calon orang tua dan bayi tinggal, pengetahuan angggota keluarga, tingkat ekonomi, kebersihan lingkungan dan sanitasi, ketersediaan energi, transportasi, serta ketersediaan dan akses fasilitas kesehatan. Aspek-aspek tersebut sekaligus menunjukkan bahwa persoalan gizi buruk bukanlah persoalan individu, melainkan juga berhubungan dengan sistem komunal di mana ibu dan anak tinggal, serta permasalahan lintas sektor di pemerintahan.
UGM kemudian mencoba menerjemahkan secara mikro dan teknis permasalahan stunting tersebut menjadi program penanggulangan yang bersifat transdisipliner bertajuk UGM Comprehensive and Integrated Action for NTT (UGM CINTA NTT), yang melibatkan sedikitnya empat disiplin keilmuan, yaitu Kesehatan Masyarakat (TIM KESEHATAN), Pertanian (pemanfaatan sumberdya, budidaya hingga pengolahan) (TIM AGRO & PANGAN), Energi dan Infrastruktur (TIM ENERGI), serta Sosiologi (sosial, budaya, dan institusi) (TIM SOSIAL) sebagai model pendekatan. Tidak hanya bekerja lintas bidang ilmu, bersinergi dengan industri, melalui program Kedaireka UGM CINTA NTT, tim juga menguatkannya kemitraan dengan institusi di daerah.
Tim Agro & Pangan membangun dan menguatkan kemitraan dengan UNDANA, khususnya dengan Fakultas Perikanan dan Kelautan. TIM AGRO & PANGAN juga merupakan tim lintas bidang yang berasal dari Fakultas Pertanian, Fakultas Farmasi dan Fakultas Teknologi Pertanian UGM. Program CINTA NTT bidang Agro & Pangan ditujukan untuk mengakselerasi perbaikan kesehatan melalui inisiasi ketahanan pangan dan penguatan keberdayaan keluarga di lokasi sasaran, yaitu di dua desa contoh: Desa Ofu dan Desa Babuin Kecamatan Kolbano Kabupaten Timor Tengah Selatan. Upaya ini ditujukkan agar dimasa mendatang tercapai kemandirian masyarakat dalam pemenuhan gizi pangan dan kesehatan serta kecukupan ekonomi berbasis potensi lokal. |