| Abstrak/Abstract |
Remaja sebagai pemangku masa depan bangsa berada dalam posisi yang rentan terkait fase transisi menuju kedewasaan yang kini dihadapinya. Perubahan fisik dan biologis menimbulkan kegelisahan terkait keputusan dan perilaku seksual seperti apa yang harus dipilihnya. Ketiadaan pemahaman dan pelayanan yang mampu membimbing dan mendampingi mereka dalam membuat keputusan-keputusan yang memenuhi prinsip-prinsip sehat reproduksi, akan potensial mengakibatkan mereka melewatkan momen-momen kritis dalam proses pembentukan masa depan mereka. Sebagai entitas yang memiliki kewajiban, kuasa dan sumber daya, maka peran negara sangat dibutuhkan oleh remaja. Namun seringkali negara tidak hadir untuk remaja. Kalaupun hadir maka kehadirannya adalah untuk peran yang sangat normatif dan bias nilai tertentu yang secara umum tidak ramah remaja. Hal ini terjadi karena negara gamang memposisikan dirinya. Secara umum nilai dan resep sosial yang berlaku terkait masalah kesehatan reproduksi remaja adalah menganggap tabu untuk membicarakan apalagi memberikan layanan yang terkait masalah seksualitas kepada remaja. Akibatnya semakin terisolasi remaja dari sumber pengetahuan yang benar dan sumber pelayanan yang baik, maka semakin besar peluang mereka untuk mengambil keputusan berdasar pertimbangan trial-and-error serta sumber belajar sebaya yang diragukan kebenaran informasinya. Negara kemudian ibarat berada di simpang jalan. Remaja sebagai pemilik masa depan menunggu negara, namun negara masih ragu dalam melangkah. Penelitian ini mencoba untuk mengevaluasi dan pada akhirnya kemudian berusaha membantu para pemangku kebijakan dan pelayan publik untuk menemukenali peran negara seperti apa yang dapat dilakukan untuk menjangkau remaja dengan menggunakan perspektif kebijakan ramah remaja (youth-friendly policy) sebagai pendekatannya.
|
