Evaluasi keberhasilan penjaminan ketersediaan obat: di Dinas Kesehatan Kota Semarang
Penulis/Author
Harwanti Nana Andini (1); Prof. Dr. Sri Suryawati, Apt. (2); Prof. Dra. Raden Ajeng Yayi Suryo Prabandari, M.Si., Ph.D. (3)
Tanggal/Date
2017
Kata Kunci/Keyword
Abstrak/Abstract
Latar belakang: Pelaksanaan desentralisasi memberikan kewenangan kepada daerah untuk melaksanakan perencanaan dan penganggaran termasuk sektor kesehatan. Keterbatasan anggaran menjadi salah satu penyebab bahwa hanya kegiatan prioritas yang diakomodir dalam dokumen anggaran. Pemerintah mempunyai kewajiban menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat, terutama obat esensial. Intervensi menggunakan obat merupakan intervensi yang paling banyak digunakan pada pelayanan kesehatan pencapaian target program kesehatan. Indikator keberhasilan penjaminan ketersediaan obat dinyatakan dengan persentase ketersediaan obat dan vaksin. Capaian indikator persentase ketersediaan obat dan vaksin untuk Kota Semarang tahun 2012-2014 melebihi target dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan dan Capaian Nasional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak ketersediaan anggaran untuk obat dan pelaksanaan manajemen pengelolaan obat satu pintu pada ketersediaan obat dan vaksin di kota Semarang.
Metode: Penelitian deskriptif dengan jenis penelitian studi kasus.
Hasil: Indikator Program Obat dan Perbekalan Kesehatan yang tercantum dalam Renstra dinkes kota Semarang tahun 2010-2014 diantaranya adalah ketersediaan obat sesuai kebutuhan 100% dengan strategi kekuatan peluang adalah mengoptimalkan outcome sumber daya kesehatan (SDM, obat, SOP) dengan memanfaatkan dana di luar APBD. Komitmen prioritas penyediaan anggaran untuk obat sesuai kebutuhan tertuang dalam dokumen anggaran dengan optimalisasi pemanfaatan semua sumber anggaran. Sumber anggaran untuk menjamin ketersediaan obat selain dari APBD II murni juga APBD I juga APBN. Manajemen pengelolaan obat satu pintu meningkatkan keterpaduan dan pola koordinasi terutama dalam ketepatan perencanaan obat terpadu dan pengendalian persediaan. Tidak semua item obat indikator dibutuhkan di kota Semarang. Rerata obat indikator yang tidak dibutuhkan pada pelayanan kesehatan dasar sebesar 33,10%.
Kesimpulan: Anggaran untuk obat dalam rangka menjamin ketersediaan obat dan vaksin di kota Semarang merupakan prioritas. Pelaksanaan manajemen pengelolaan obat satu pintu memberikan dampak signifikan terhadap ketersediaan obat. Capaian indikator ketersediaan obat dan vaksin tidak dapat memberikan gambaran secara tepat terhadap kondisi ketersediaan obat.