Abstrak/Abstract |
Sepsis merupakan manifestasi infeksi akut yang paling berat yang dapat menimbulkan
kegagalan berbagai organ dan umumnya berakhir dengan kematian pada 30-50% kasus. Angka kematian akibat sepsis di negara maju dapat ditekan hingga 11-15%, namun di berbagai negara sedang berkembang dilaporkan masih di atas 45%. Penggunaan antibiotik empiris secara tepat dan adekuat dapat menurunkan risiko kematian pada sepsis dan setidaknya dapat memperpendek lama waktu perawatan pasien di rumah sakit. Penelitian ini bertujuan mengetahui pola penggunaan antibiotik, kejadian Drug Related Problems (DRPs) dan luaran (outcome) klinik pada pasien sepsis di RS X di Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan dengan metode observasional selama periode Januari-Desember 2015 di bangsal penyakit dalam RS X di Yogyakarta. Pengumpulan data dilakukan secara retrospektif dengan populasi pasien dewasa dengan umur >15 tahun, menjalani rawat inap dalam periode pengamatan. Dari 632 kasus sepsis, 162 subyek memenuhi kriteria inklusi. Antibiotik yang terbanyak digunakan adalah golongan sefalosporin (42,58%), kuinolon (17,46%), karbapenem (10,77%), aminoglikosida (9,33%), imidazole (8,85%), dan makrolida (4,88%). Insidensi DRPs ditemukan pada 60,49% subyek. Kejadian DRPs berkaitan dengan kebutuhan antibiotik (38,78%), ketidaktepatan antibiotik (29,59%), ketidaktepatan dosis (7,14%) dan interaksi antibiotik (26,53%). Luaran klinik buruk yang berkaitan dengan DRPs (64,29%) lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang menunjukkan luaran klinik baik (35,71%). Kejadian DRPs pada penanganan sepsis masih cukup tinggi, yaitu 60,49%, dan umumnya berkaitan dengan kebutuhan antibiotik, ketidaktepatan pemilihan antibiotik, ketidaktepatan dosis dan adanya interaksi antibiotik. |