Abstrak/Abstract |
Semua tipe obat yang disimpan tanpa niat untuk digunakan lagi, dikembalikan ke apotek, tenaga
profesi kesehatan, dibuang ke tempat pengumpulan obat atau melalui sampah rumah tangga dapat dianggap sebagai limbah obat. Pasien mungkin tidak dapat menggunakan semua obat yang diperoleh dari pengobatan karena perubahan dosis atau obat-obat yang telah kedaluwarsa. Hal ini diperkirakan memiliki konsekuensi terhadap finansial. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui nilai ekonomi obat tidak digunakan dan kedaluwarsa pada kalangan rumah tangga Kota Yogyakarta.Penelitian ini berupa observatif dengan rancangan studi cross sectional. Responden dipilih secara convenience sampling dan diwawancara langsung serta mendata obat-obat yang disimpan di rumah. Data dianalisis dan dipersentasikan secara deskriptif.Dari 400 responden, hanya 261 (65,2%) yang menyimpan obat terdiri dari obat sedang digunakan dan persediaan, obat tidak digunakan dan obat kedaluwarsa dengan total
harga sebesar Rp7.082.556. Total harga obat tidak digunakan sebesar Rp1.273.921 (18%) dengan ratarata Rp13.698 per orang sedangkan obat kedaluwarsa hanya berharga Rp140.065 (2%) dengan rata-rata Rp12.733. Berdasarkan kelas terapi, jumlah obat tidak digunakan paling banyak adalah analgesik (28,6%), sistem respirasi (13,7%), dan antimikroba (11,9%), sedangkan obat kedaluwarsa utamanya analgesik, saluran cerna dan antiseptik masing-masing (18,8%). Nilai rata-rata ekonomi obat tidak digunakan dan kedaluwarsa per orang jika diakumulasi berdasarkan riset kesehatan dasar tahun 2013 dengan 48.814 rumah tangga yang menyimpan obat sisa maka nilai ekonomi obat yang bisa dihemat yaitu sebesar Rp668.654.172. Penelitian ini dapat berfungsi dalam program edukasi masyarakat untuk meningkatkan kepatuhan dan penggunaan obat secara tepat dan efisien agar dapat dilakukan penghematan biaya kesehatan yang dikeluarkan.
|