Kawasan perkotaan diwarisi obyek pusaka dan cagar budaya yang cukup potensial, karena biasanya kawasan perkotaaan adalah kawasan konsentrasi awal kegiatan manusia dan saksi pertumbuhan peradaban sebuah satuan masyarakat. Namun potensi tersebut tidak banyak mendapat perhatian dan sentuhan yang serius. Akibatnya banyak bangunan pusaka kota yang terabaikan atau dalam banyak kasus justru disingkirkan karena dianggap tidak kompatibel dengan semangat jaman atau setidaknya tidak efisien ketika terus dipelihara. Beberapa tindakan kebijakan dilakukan untuk memastikan bahwa pembangunan kota juga tetap memiliki wajah inklusif terhadap tinggalan pusaka, dengan pertimbangan kontinuitas identitas maupun aspek fungsionalitas. Dalam hal ini kemudian peran aktor non-negara menjadi sangat penting untuk dipertimbangkan. Alasan utamanya adalah karena pemilik bangunan pusaka lebih banyak adalah aktor non-negara, baik individual maupun institusi. Kajian ini kemudian menjadi sangat penting dan relevan, bukan saja dalam perspektif pembangunan dan tata kelola pariwisata perkotaan, namun juga esensial dalam upaya memberi kontribusi terhadap debat tentang sejauh mana aktor non-negara dapat ikut berperan dalam menyelenggarakan dan mengelola isu-isu publik
Rumpun Ilmu
Ilmu Administrasi (Niaga, Negara, Publik, Pembangunan, Dll)
